Di saat malam tak lagi mampu membendung gelisah ku, aku terjaga di persimpangan gelap dan terang.
Aku menata hati yang masih entah akan kemana,lalu sedikit ku angkat tubuhku dari empuknya kasur kecil beralaskan sarung.
Ku langkahkan kakiku yang masih tertatih, sesekali ku buka mata untuk meraba jalan menuju westafel.
Ku basuh sedikit wajahku, sembari menepis dinginnya air di kala subuh.
Sedikit ku rapalkan doa untuk memulai ritual sebelum aku menemui pencipta-ku.
Ku basuh tangan,lalu mulut dan sampai pada akhirnya ku bersihkan kakiku sebagai penutup persucianku
Kini aku telah segar,mataku sudah melek dan mampu berjalan seimbang menuju kamar kecilku.
Ku raih mukena berwarna merah jambu dengan banyak motif kesukaan ku, tak terlupakan sajadah hijau kecil milik sahabat ku .
Ku mulai segala-Nya saat-Nya menghadap kepada-Nya, segala kerendahan hati ku hadapakan tubuh dan wajahku kepada-Nya
Dalam setiap fase dalam sholat ku begitu aku nikmati, hingga di sujud terakhir sholat ku, aku menahannya sedikit lama. Ku senandungkan Doa terbaik yang aku punya.
Aku bersyukur karena Masih di berikan umur hingga aku mampu membuka mata kembali setelah mati semalam.
Tak lupa juga salam untuk rasulku,yang aku cintai tanpa pernah ku tatap wajahnya.
Doa terbaik untuk ayah bunda yang selalu aku rindukan.
Dan tak lupa ku selipkan seuntai nama kepada tuhan untuk di jaga hatinya untukku, jikalaupun hatinya belum untuk ku, maka aku meminta segumpal hati itu untuk aku satukan dengan segumpal hatiku.
Biar ia menjadi kesatuan yang utuh, hingga tuhan berkata saatnya aku dan kau bersama.
Maaf karena telah lancang meminta mu pada Tuhanku, tapi apalah dayaku kau teramat dingin padaku hingga aku tak bisa melihat sedikit saja rasa untukku, jangan pula kau salahkan aku bila aku berkompromi dengan Tuhan perihal dirimu.
Selasa 24/Maret/2020
Story of Maret
A.a
Komentar
Posting Komentar