Oleh: ayu andira
Ketum pikom IMM sultan alauddin cab.gowa
Angin gurun berhembus
Membawa kabar buruk
Dalam terik yang mengingkari janjinya ketika kemarin
Mengusir dingin yang berkuasa semalam
Bercengkrama bersama pedih,duka,dahaga,darah dan ketakutan
Di sebuah negeri ketika bandit menjadi maharaja
Hak-hak rakyat di lucutinya satu-persatu
Kehendaknya adalah sabda yang tak boleh di langgar
Lidah-lidah kaku berjuta diam
Bersama ketakutan yang menguasai negeri
Tak ada teriakan,tak ada protes,tak ada unjuk rasa
Dalam bungkamnya
Telah bangkit seorang kesatria
Mendendangkan nyanyian dari syair-syair amarah
Yang telah lama mengepul di langit semesta
Nyanyian di ukir dengan darah dan tangisan
Terbang di antara awan
Bergemuru bagai halilintar
Berkilatan sebagai petir
Lalu..turun menjadi hujan merah
Meski pisau pancungan telah menanti di urat leher
Takkan ada kata mundur sebelum merdeka
Dari atas singgasana
Sang raja murka besar,tertampar,terhina dan terancam
Geliat kesadaran rakyat kian terkonsolidasi
Lalu sang raja menyeru kepada prajuritnya
Tangkap,pukul, dan seret ke tiang pancungan
Namun hati takkan gentar
Meski berakhir dengan kematian
Namun jiwa pergi dengan kemerdekaan.
Catatan malam
22 safar 1441 H
Ketum pikom IMM sultan alauddin cab.gowa
Angin gurun berhembus
Membawa kabar buruk
Dalam terik yang mengingkari janjinya ketika kemarin
Mengusir dingin yang berkuasa semalam
Bercengkrama bersama pedih,duka,dahaga,darah dan ketakutan
Di sebuah negeri ketika bandit menjadi maharaja
Hak-hak rakyat di lucutinya satu-persatu
Kehendaknya adalah sabda yang tak boleh di langgar
Lidah-lidah kaku berjuta diam
Bersama ketakutan yang menguasai negeri
Tak ada teriakan,tak ada protes,tak ada unjuk rasa
Dalam bungkamnya
Telah bangkit seorang kesatria
Mendendangkan nyanyian dari syair-syair amarah
Yang telah lama mengepul di langit semesta
Nyanyian di ukir dengan darah dan tangisan
Terbang di antara awan
Bergemuru bagai halilintar
Berkilatan sebagai petir
Lalu..turun menjadi hujan merah
Meski pisau pancungan telah menanti di urat leher
Takkan ada kata mundur sebelum merdeka
Dari atas singgasana
Sang raja murka besar,tertampar,terhina dan terancam
Geliat kesadaran rakyat kian terkonsolidasi
Lalu sang raja menyeru kepada prajuritnya
Tangkap,pukul, dan seret ke tiang pancungan
Namun hati takkan gentar
Meski berakhir dengan kematian
Namun jiwa pergi dengan kemerdekaan.
Catatan malam
22 safar 1441 H
Komentar
Posting Komentar