Di kala mataku terpejam sesaat
Aku menemukan sekelebat tawa yang begitu renyah
Ku temukan mata sayup yang menenangkan
Dan jua ku temui air mata yang terbendung pada pesisir kelopak mata mu.
Aku hendak menyampaikan satu keadaan, tentang hati yang kehilangan rasa, perihal kaki yang kehilangan arah dan juga tentang tatap yang tak punya muara.
Ini tentang seseorang yang terbunuh rasa karena pedihnya kehilangan, tentang empatinya yang menghancurkan bangunan tua yang bernama mimpi.
Tentang seseorang yang telah merangkai kepingan-kepingan hati yang pernah hancur berserakan, dan disaat kepingan itu telah kembali utuh, dalam seketika ia lenyap bukan lagi kepingan kini hanya bersisakan puing yang tak berbentuk.
Tak tahu apa itu tawa
Tak mengenal rasa sakit
Dan jua tak mengenal apa itu kekecewaan
Apa ini yang di katakan punya hati tapi tak punya rasa?
Mungkin ia, bayangkan saja sesosok gadis ceria yang kehilangan tawanya, yang bilamana ia tertawa mampu memberikan senyum merekah bagi yang melihat rauk wajah tulusnya.
Kini...jangan berharap secarik tawa bahkan sekelebat senyum saja tak pernah ia temui di wajah meronanya.
Aku hanya ingin berpesan, jika memang sedari awal tak ada niat menetap, ku mohon jangan datang dan meminta tempat. Ah..bukan kamu yang salah, ini salahnya mengapa hati dinginnya mudah luluh pada kehangatan yang hanya sebatas ilusi.
Bulukumba, 08 Juni 2021
Komentar
Posting Komentar